selamat datang

... Selamat Datang di website (unofficial) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumba Barat Daya ... Tetap Kerja & Tetap Berkarya - Bersama Kita Bisa ... - ... Maju, Mandiri, Modern - untuk meningkatkan mutu dan produksi ternak ... TERNAK BERIDENTITAS, TERNAK BERKUALITAS ... Terus Melaju untuk Indonesia Maju ... DIRGAHAYU KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA KE 17 LODA WEE MARINGI PADA WEE MALALA ...

Senin, 04 Mei 2020

Sekilas tentang African Horse Sickness (AHS)

(postingan ini hasil dari obrolan tentang Covid-19, ASF dan akhirnya memunculkan AHS ini)

foto from thehorse.com
African horse sickness (AHS) merupakan salah satu penyakit arbovirus yang penting dan fatal pada kuda dan penularannya harus melalui vektor. Penyakit ini berpotensi menyebar dengan cepat dan berdampak bagi kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi terutama pada perdagangan kuda dan produknya. 

Di Indonesia, populasi kuda mencapai 393.454 ekor di seluruh provinsi pada tahun 2019 dengan populasi kuda terbesar berada di Sulawesi Selatan mencapai 180.533 dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 109.355 (bps.go.id, 2019)
Hingga saat ini, kuda belum banyak mendapat perhatian, baik dari segi kesehatan maupun pengembangbiakannya.
Kuda memiliki beberapa kegunaan antara lain untuk dipelihara sebagai kesenangan atau hobi, diternakkan untuk menghasilkan susu atau sebagai kuda potong untuk diambil dagingnya, tenaga kerja seperti sado dan alat transportasi, pertunjukan hiburan dan olah raga.
Di daerah tertentu, daging kuda dapat dikonsumsi sebagai sumber protein hewani sehingga kuda dapat dijadikan sebagai alternatif penyedia daging dan susu yang dipercaya sebagai obat kuat. Oleh karena
itu, kesehatan kuda perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Di bidang kesehatan hewan, penyakit kuda belum banyak dilaporkan. Penyakit kuda telah banyak dilaporkan di beberapa negara seperti equine infectious anemia (EIA), glanders, surra, Japanese encephalitis
(JE), hendra, nipah, West nile, strangles, equine influenza, vesicular stomatitis, equine encephalitis, rabies, African horse sickness (AHS), equine pyroplasmosis dan antraks.
African horse sickness belum pernah dilaporkan di Indonesia. Penyakit ini sangat ditakuti oleh pemilik kuda terutama kuda untuk bertanding, baik sebagai kuda pacu maupun kuda untuk ketangkasan karena
dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini mempunyai gejala klinis seperti gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi darah yang menimbulkan erosi serous dan hemoragi di berbagai organ dan jaringan.

AFRICAN HORSE SICKNESS

foto from onlinelibrary.wiley.com
Penyakit ini pertama kali ditemukan tahun 1327 di Yaman yang kemudian menyebar ke beberapa negara di Afrika, Eropa dan Amerika.
African horse sickness merupakan salah satu penyakit arthropod-borne yang sangat infeksius pada kuda dan keledai, yang dapat menyebabkan kematian hingga 90%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus African horse sickness dari family Reoviridae, genus Orbivirus.
Virus ini mempunyai diameter 55-70 nm (Guthrie et al. 2007; Hopley & Balazs 2013).
Hingga saat ini, virus AHS telah terdeteksi sebanyak sembilan serotipe berdasarkan uji virus netralisasi (Brown & Torres 2008). Beberapa dari serotipe virus AHS menghasilkan reaksi silang seperti virus AHS tipe 1 dan 2, tipe 3 dan 7, tipe 5 dan 8, serta tipe 6 dan 9.
Penyebaran virus AHS serotipe 1 hingga 8 lebih dominan di Afrika sedangkan serotipe 9 lebih dominan di luar Afrika.
Penyakit ini ditularkan oleh vektor nyamuk Culicoides sp, diptera Ceratopogonidae. Selain pada Culicoides sp virus AHS juga pernah dilaporkan diisolasi dari caplak
pada anjing Rhipicephalus sanguineus sanguineus dan caplak unta Hyalomma dromedarii (MacLachlan &Guthrie 2010; Carpenter et al. 2017).

foto from vanwijkstreetvet.co.za
African Horse Sickness pada umumnya menimbulkan gejala penyakit seperti: demam; berkeringat; kekurangan energi; kesulitan bernapas; batuk; pilek; air liur berlebihan; gelisah; pembengkakan mata dan / atau kepala.

Penyakit ini sering keliru dengan penyakit
lain seperti anthraks, equine viral arteritis, hendra, equine encephalosis, equine infectious anaemia, piroplasmosis, purpura haemorrhagica dantrypanosomosis. Oleh karena itu, diagnosis dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Pengambilan sampel dan transportasi sampel menjadi penting untuk konfirmasi dan diagnosis AHS.

📢 Sumber Virus
-Jeroan dan darah kuda yang terinfeksi.
-Semen, urin dan hampir semua sekresi selama viremia, tetapi tidak ada penelitian yang telah mendokumentasikan pernularan ini.
-Viremia biasanya berlangsung 4-8 hari pada kuda tapi dapat lebih panjang hingga 21 hari; pada  viremia zebra dapat bertahan hingga 40 hari.
-Hewan yang dapat disembuhkan tetap sebagai pembawa virus


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Pengobatan penyakit ini tidak ada, antibiotik hanya diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Hingga saat ini, vaksin AHS yang beredar
yaitu diantaranya vaksin hidup yang telah diatenuasi dan polivalen vaksin (Weyer et al. 2017).
Sistem karantina yang ketat bagi pemasukan kuda, persyaratan vaksinasi
kuda sebelum dimasukkan ke daerah bebas AHS danstatus imunologis terhadap AHS pada kuda yang akan masuk ke suatu daerah perlu dilakukan. Sistem karantina tersebut telah terbukti dapat menekan kasus AHS dan penyakit Orbivirus lainnya di Afrika (Carpenter et al. 2009).

KERUGIAN EKONOMI
Meskipun penyakit ini hanya menyerang kuda atau hewan Euquide, namun dampak yang ditimbulkan cukup signifikan berupa kerugian ekonomi termasuk kematian ternak kuda, kebutuhan vaksin, pembatasan lalu lintas kuda baik secara regional maupun internasional dan pembatalan pertandingan berkuda internasional / nasional. Kuda pacu mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi, disamping sebagai hobi atau kesenangan pemilik.

KESIMPULAN
Penyakit AHS termasuk penyakit fatal, menyebar dengan cepat, sehingga pencegahan dan pengendalian penyakit AHS perlu dilakukan secara serius olehp pemangkukebijakan. Hingga saat ini, Indonesia masih berstatus bebas terhadap infeksi AHS. Faktor lingkungan dan sosial perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan strategi manajemen yang efektif yang melibatkan seluruh stakeholder terkait termasuk monitoring terhadap lalu lintas kuda. Selain itu, ketersediaan dokter hewan ahli penyakit kuda perlu ditingkatkan melalui pelatihan cara mendiagnosis dan penanganan penyakit kuda.

sumber: 
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/
https://karyadrh.blogspot.com/ 
http://www.bps.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar