selamat datang

... Selamat Datang di website (unofficial) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumba Barat Daya ... Tetap Kerja & Tetap Berkarya - Bersama Kita Bisa ... - ... Maju, Mandiri, Modern - untuk meningkatkan mutu dan produksi ternak ... TERNAK BERIDENTITAS, TERNAK BERKUALITAS ... Terus Melaju untuk Indonesia Maju ... DIRGAHAYU KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA KE 17 LODA WEE MARINGI PADA WEE MALALA ...

Selasa, 19 Mei 2020

Upaya Pengendalian Penyakit Kerbau di Kabupaten Sumba Barat Daya

Ternak kerbau merupakan salah satu aset petani yang sangat berharga. Di Kabupaten Sumba Barat Daya  selain sebagai penghasil daging dan tabungan masa depan, kerbau digunakan untuk membantu mengolah tanah pertanian, selain itu digunakan dalam acara adat.
Menurut Sumba Barat Daya dalam Angka (2019), populasi kerbau di Kabupaten Sumba Barat Daya sekitar 14.811 ekor, dengan perincian perkecamatan sebagai berikut:

Kecamatan      Jumlah
Kodi Bangedo 770
Kodi Balaghar 659
Kodi                 834
Kodi Utara         489
Wewewa Selatan 1.744
Wewewa Barat 1.723
Wewewa Timur 3.895
Wewewa Tengah 1.948
Wewewa Utara 458
Loura                 1.396
Kota Tambolaka 895
Tahun 2019         14.811


Jumlah Kerbau di Kab. Sumba Barat Daya (ekor)

Tahun Jumlah
2008 8.685
2009 16.785
2010 9.101
2011 13.709
2012 8.064
2013 6.587
2014 12.300
2015 12.905
2016 12.146
2017 14.857
2018 15.121

Jenis-Jenis Kerbau (Bubalus bubalis)

Jenis kerbau yang terdapat di Indonesia : kerbau Lumpur, kerbau Kalang dan kerbau
Toraja (Tedong Bonga), serta hasil rekayasa kerbau Murrah.
Di Sumba Barat Daya jenis kerbau Lumpur yang sering dipelihara, beradaptasi dan berkembang dengan baik.

Penyakit Kerbau 
Penyakit penting pada kerbau:  Septicaemia Epizootica (SE),
Enterotoxaemia, Surra, Malignant Catarrhal Fever (MCF), dan Fasciolosis.


SE adalah penyakit menular akut pada kerbau yang disebabkan oleh Pasteurella multocida, ditandai dengan peradangan pada alat pernafasan dan berakibat fatal, bila terjadi pneumonia fibrinosa.
Enterotoksemia pada kerbau disebabkan oleh Clostridium perfringens type A. Kematian kerbau dapat terjadi akibat intoksikasi oleh toksin alpha C. perfringens yang berasal enteritis dari usus kecil.
Surra disebabkan oleh parasit T. evansi. Infeksi pada kerbau, umumnya memperlihatkan gejala klinis yang kronis dengan efek yang menonjol berupa kehilangan bobot badan.
MCF adalah penyakit pada kerbau yang bersifat fatal. Agen penyebabnya belum dapat diisolasi dan untuk mendiagnosis MCF didasarkan pada gejala klinis, perubahan patologik dan kelainan histopatologik yang patognomonik.
Sedang Fasciolosis pada kerbau disebabkan oleh satu spesies atau lebih cacing Trematoda (Fasciola sp.), ditandai adanya kerusakan hati berupa: kolangitis khronis, fibrosis dan mineralisasi pada dinding saluran empedu disertai adanya cacing di dalam lumennya.
Beberapa faktor dalam pengendalian antara lain laporan yang cepat bila muncul kasus penyakit, diagnosa cepat dan tepat, isolasi ternak sakit dan pengobatannya serta vaksinasi ternak.

Rendahnya produktivitas kerbau
Masalah penurunan populasi kerbau terjadi diberbagai daerah, salah satu sebabnya karena pertambahan populasi yang lambat.
Selain itu, juga akibat pemotongan hewan (dalam acara adat istiadat) yang tidak seimbang dengan tingkat produktivitasnya. Rendahnya produktivitas kerbau disebabkan antara lain oleh angka kelahiran yang rendah dan angka kematian anak pra sapih yang tinggi.

Upaya Pengendalian Penyakit Kerbau
Pengendalian penyakit pada kerbau, secara umum tidak berbeda dengan cara-cara pengendalian penyakit pada hewan lainnya.
Sistem kewaspadaan dini (Early Warning System) sangatlah penting untuk mengantisipasi kejadian wabah penyakit. Sistem ini meliputi: pemantauan (monitoring), pengamatan (surveillance) dan penyidikan (investigasi).

Apabila diprediksi kemungkinan akan terjadinya wabah suatu penyakit tertentu (misalnya SE) di suatu daerah, maka harus dilakukan vaksinasi SE terhadap hewan-hewan peka (cakupan vaksinasi minimal 60-70% populasi terancam). Sebelum vaksinasi, seharusnya dilakukan pengamatan dini di lapangan, baik klinis maupun epidemiologi terhadapkasus-kasus yang muncul dan pengamatan laboratorium (serologis), untuk mengetahui titer antibodi (protektif atau tidak).
Demikian pula terhadap parasit darah (Surra), yang penularannya melalui vektor, maka pencegahannya harus melalui pemberantasan vektornya dengan penyemprotan insektisida sebelum wabah atau selama waktu diramalkan terjadi wabah.
Kewaspadaan ini perlu ditingkatkan terutama terhadap penyakit−penyakit yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Oleh karena itu, petugas lapangan (tenaga medik veteriner) dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam upaya mendeteksi penyakit secara dini, sebelum terjadinya ledakan penyakit.
Perlu dilakukan pemeriksaan klinis secara lengkap pada setiap hewan yang sakit. Mencatat sejarahnya (berdasarkan pengakuan peternak), temperatur tubuh, denyut nadi, frekuensi pernafasan dan peristaltik usus, dan sebagainya. Dengan mengetahui sejarah penyakit, umur, jenis kelamin ternak, sejarah vaksinasi, diharapkan dapat ditetapkan diagnosa penyakit dan diagnosa bandingnya. Selanjutnya dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dan hewan penderita harus segera diobati.
Sedang hewan yang sehat dijauhkan dari hewan yang sakit untuk mencegah penularan penyakit.




Sumber: 
https://ntt.bps.go.id/
Sumba Barat Daya dalam Angka Tahun 2019
https://medpub.litbang.pertanian.go.id
Foto dari grup WA DisnakKeswan